Desa Brumbung, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri, Jawa Timur — Warisan budaya desa ini, yang mencapai usia lebih dari delapan abad, bukan hanya identitas lokal tetapi bagian dari sejarah besar Nusantara. Dukungan terhadap pengabdian berbasis masyarakat menjadi penting untuk melestarikan nilai-nilai leluhur agar tidak hilang termakan waktu. Latar belakang kegiatan ini muncul dari fakta bahwa Desa Brumbung menyimpan situs peninggalan bersejarah yang belum banyak dikenal, seperti Patirtaan Geneng — situs pancuran air kuno yang diperkirakan berasal dari era Kerajaan Kadiri hingga Majapahit. Pada tahun 2023 dilakukan ekskavasi dan ditemukan prasasti era Bameswara (abad ke‑12) dan Tribhuwana Tungga Dewi (abad ke‑14), yang mempertegas khazanah sejarah desa ini.
Tujuan kegiatan pengabdian antara lain: 1) meningkatkan kesadaran masyarakat lokal dan pemuda Karang Taruna akan pentingnya memelihara situs budaya; 2) melatih mahasiswa agar mampu berkontribusi dalam edukasi sejarah berbasis komunitas; dan 3) mendokumentasikan situs seperti Patirtaan Geneng agar terbuka untuk edukasi serta pengembangan potensi wisata budaya desa.

Gambar 1. Pembukaan pelaksanaan pengabdian masyarakat disambut langsung oleh kepala desa Brumbung, bapak Tohari
Sasaran kegiatan adalah masyarakat Desa Brumbung, tenaga pendidik di sekolah dasar dan madrasah (SDN 1 Brumbung, SDN 2 Brumbung, dan TPQ Hasyim Asari), karang taruna, guru, serta mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Nusantara PGRI Kediri. Waktu kegiatan berlangsung dari 10 hingga 12 Maret 2025 dengan lokasi utama di kantor desa Brumbung, TPQ, dan SD setempat, serta situs Patirtaan Geneng.
Pelaksanaan berlangsung dengan metode ceramah, diskusi kelompok, pengajaran langsung di sekolah, kunjungan lapangan ke situs Patirtaan Geneng, dan workshop dokumentasi bersama masyarakat. Sosialisasi dilaksanakan di Kantor Desa Brumbung dengan narasumber Drs. Sigit Widiatmoko, M.Pd (salahsatu tim pengabdian) dan Kabid Kebudayaan, dinas pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Kediri, Eko Priatno. Manfaat kegiatan meliputi: 1) peningkatan pemahaman sejarah dan budaya lokal; 2) ruang diskusi komunitas tentang konservasi situs; 3) penguatan sinergi kampus‑desa; serta 4) potensi pengembangan desa sebagai desa wisata berbasis budaya. Patirtaan Geneng turut menjadi pusat edukasi lapangan sebagai simbol warisan yang nyata bagi warga.

Gambar 2. Kegiatan belajar mengajar di SD setempat
Dari evaluasi, sebanyak 115 dari 123 peserta menyatakan sangat puas, sementara 8 orang menyatakan cukup puas. Tenaga pendidik juga mengapresiasi kontribusi mahasiswa yang secara langsung memperkuat kualitas pembelajaran sejarah berbasis lokal. Ketercapaian lain berupa: laporan PKM yang terstruktur; dokumentasi situs Patirtaan Geneng meliputi fotografi dan narasi sejarah; publikasi artikel ilmiah; dan rekomendasi lanjutan terkait konservasi situs dalam pengembangan wisata budaya.

Gambar 3. Bersih dan kunjung situs oleh tim pengabdian bersama peserta didik TK
dan SD setempat
Secara spesifik, ulasan tentang Patirtaan Geneng menegaskan bahwa struktur pancuran air kuno ini ditemukan kembali melalui ekskavasi, diikuti penemuan dua prasasti historis yang mengindikasikan keterkaitan situs ini dengan era Kerajaan Kadiri dan Majapahit. Sebagai sumber air suci dan peninggalan budaya, Patirtaan Geneng menjadi simbol identitas lokal yang perlu dirawat dan dipromosikan dalam program literasi budaya masyarakat dan pendidikan lapangan anak muda desa. Di malam akhir pengabdian, tim mengadakan penampilkan wayang kulit dengan dalang muda mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Nusantara PGRI Kediri.


Gambar 4 dan 5. Penyerahan Kayon dari ketua tim pengabdian masyarakat kepada dalang, mas Bahjatul (mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah UNP Kediri), di dampingi Bapak Handy, tokoh masyarakat Desa Brumbung
Akhirnya, Ketua Tim Pengabdian, Nara Setya Wiratama, M.Pd., menekankan bahwa kegiatan ini bukan sekadar transfer ilmu, tapi juga penanaman nilai historis lewat praktik langsung di masyarakat. Ia berharap kegiatan serupa dapat dijalankan secara rutin, menjadikan pelestarian budaya bukan hanya warisan masa lalu tetapi fondasi menuju masa depan desa yang berkelanjutan.
Nara Setya Wiratama1, Zainal Afandi2, Sigit Widiatmoko3, Agus Budianto4, Heru Budiono5, Yatmin6, Gusti Garnis Sasmita7, Rinjani Puspita Siwi8